Ottoman dan Jejak Nama Amerika yang Terlupakan - Komunitas Alumni India Dukung Capres Gagas Indonesia Eksplorasi Planet Mars

Breaking

Monday, 22 September 2025

Ottoman dan Jejak Nama Amerika yang Terlupakan


Sejarah besar penjelajahan samudra kerap dipusatkan pada Spanyol dan Portugis, namun sebuah sisi lain dari kisah itu memperlihatkan bahwa Kesultanan Ottoman pun telah mengenal Benua Amerika sejak awal abad ke-16. Meski kekuatan maritim mereka lebih difokuskan ke Mediterania dan Samudra Hindia, catatan sejarah menunjukkan adanya istilah “Vilayet Antilia” yang digunakan Ottoman untuk menyebut Dunia Baru.

Penggunaan istilah tersebut tidaklah sederhana. Kata “Vilayet” dalam administrasi Ottoman merujuk pada sebuah wilayah resmi di bawah kekuasaan sang Sultan. Artinya, meski tanpa penguasaan fisik, Ottoman secara de jure telah mengklaim jurisdiksi atas benua itu. Ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya sekadar mengetahui keberadaan Amerika, tetapi juga memasukkannya dalam cakrawala geopolitik mereka.

Andrew Hess, dalam bukunya The Moriscos: An Ottoman Fifth Column in Sixteenth-Century Spain, menuliskan bagaimana orang-orang Morisco, yakni Muslim Spanyol yang dipaksa hidup di bawah rezim Katolik, kerap menjadi agen rahasia bagi Ottoman. Peran ini diduga mencakup pemantauan misi pelayaran Spanyol dan Portugis ke Atlantik Barat, termasuk penemuan rute menuju Dunia Baru.

Dengan akses informasi seperti itu, Ottoman memiliki jendela pengetahuan tersendiri tentang benua di seberang samudra. Walaupun mereka tidak memiliki armada khusus yang dikirim untuk menanamkan bendera di tanah Amerika, fakta bahwa benua itu diberi nama resmi menandakan adanya perhatian serius.

Sejarawan menilai hal ini sebagai bentuk “klaim simbolik” yang penting pada masanya. Sama seperti kerajaan Eropa yang bergegas menancapkan klaim meski baru sebatas pengetahuan, Ottoman pun mengukir sejarah mereka dengan cara memberi nama.

Persaingan dengan Spanyol dan Portugis di Mediterania serta Samudra Hindia membuat Ottoman harus memprioritaskan energi mereka di wilayah tersebut. Armada besar dikerahkan untuk mengamankan jalur perdagangan rempah sekaligus menahan dominasi Portugis di Laut Arab dan Samudra Hindia.

Namun, kesadaran akan Amerika tetap hidup. Julukan “Vilayet Antilia” menjadi bukti bahwa Dunia Baru masuk dalam peta mental dan politik Ottoman. Nama itu seolah menegaskan bahwa obsesi mereka tidak kalah dengan kerajaan Eropa lainnya.

Hambatan terbesar bagi Ottoman untuk bergerak ke Atlantik adalah terkuncinya Selat Gibraltar. Spanyol dan Portugis, sejak awal abad ke-15, telah menguasai titik strategis itu dengan mendirikan benteng-benteng kokoh di sisi Afrika Utara.

Dimulai dari pendudukan Ceuta oleh Portugis pada 1415, jalur keluar-masuk ke Samudra Atlantik menjadi hampir mustahil ditembus. Seiring waktu, mereka memperkuat cengkeraman dengan membangun pos di Tangier, Arzila, hingga al-Qasr as-Saghir, serta memperluas ke Aljazair dan Tunisia.

Spanyol pun tak mau kalah, menguasai Melilla pada 1497, Mars al-Kabir pada 1505, Penon pada 1508, hingga Bougie dan Tripoli pada 1510. Jejak kolonial itu membuat Ottoman kehilangan momentum untuk mengarahkan armadanya ke barat.

Dinasti-dinasti kecil di Afrika Utara seperti Mariniyun, Ziyyaniyun, dan Hafsiyun tak mampu menghentikan penetrasi Iberia. Kelemahan mereka membuat Ottoman harus mengambil peran lebih besar dengan mengirim laksamana andalan, Heyreddin Barbarossa.

Barbarossa kemudian menjalankan misi besar membersihkan Afrika Utara dari pengaruh Spanyol dan Portugis. Tugas berat ini memakan sumber daya yang besar, sehingga obsesi untuk menjelajah ke Dunia Baru harus dikesampingkan.

Namun, semangat itu tak pernah padam. Dengan memberi nama “Vilayet Antilia”, Ottoman seperti ingin mengatakan kepada dunia bahwa mereka sadar akan keberadaan benua baru, dan dalam kerangka hukum serta politik kala itu, klaim mereka sah secara simbolis.

Bagi sebagian sejarawan, tindakan ini menunjukkan pandangan jauh ke depan. Ottoman tidak menutup diri dari informasi dunia, melainkan aktif memantaunya melalui jaringan diplomasi, spionase, hingga intelijen Morisco di jantung Eropa.

Pengetahuan itu memberi mereka posisi unik dalam sejarah. Meski tidak pernah menanamkan koloni di Amerika, keberadaan nama resmi dalam arsip-arsip mereka membuktikan pengakuan awal yang jarang dibicarakan.

Kisah ini sekaligus menepis anggapan bahwa Ottoman buta terhadap dunia luar. Justru sebaliknya, mereka terbukti punya visi luas, hanya saja terhambat oleh kondisi geopolitik yang menuntut fokus di Afrika Utara dan Timur.

Jika selat Gibraltar tidak terkunci, bukan mustahil Ottoman menjadi salah satu kekuatan awal yang menjejakkan kaki di Amerika. Sejarah bisa saja mencatat bendera bulan sabit berkibar di Dunia Baru, bersanding dengan salib Spanyol dan Portugis.

Meskipun hal itu tidak terjadi, keberanian memberi nama tetaplah simbol yang kuat. “Vilayet Antilia” adalah jejak ingatan bahwa Amerika bukan hanya kisah Eropa, tetapi juga bagian dari cakrawala politik Ottoman.

Dengan demikian, sejarah penemuan benua Amerika semestinya tidak hanya dirangkai dari narasi Iberia semata. Ada kontribusi dan perspektif lain yang perlu diangkat, termasuk bagaimana Ottoman melihat, menamai, dan secara simbolis mengklaim Dunia Baru.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa nama bisa menjadi bentuk kepemilikan. Dan bagi Ottoman, “Vilayet Antilia” adalah cara mereka menorehkan tanda di peta dunia, meski tanpa kapal yang berlabuh di pantainya.

No comments:

Post a Comment